Selasa, 03 Februari 2009

Lagu Indonesia mau akan dibatasi di Malaysia ?

Tadi pagi, sambil sarapan di Gunungkidul yang dingin, aku nonton Apa Kabar Indonesia-nya TV One, salahsatu materinya adalah tentang dominasi lagu/musik musisi Indonesia di Malaysia.
Di Malaysia, saat ini, banyak radio-radio swasta yang memutar lagu-lagu musisi Indonesia, disebutkan bahwa band-band seperti Dewa, Kangen Band, dan ST 12 terkenal di Malaysia. Porsi siaran lagu-lagu Indonesia mencapai 70 % di radio-radio swasta. Kondisi ini mendorong artis-artis/musisi Malaysia untuk mendorong adanya pembatasan lagu-lagu asal Indonesia di radio-radio swasta Malaysia.
Apa Kabar Indonesia tadi pagi menghadirkan Bens Leo dan Dorce Gamalam,a keduanya adalah musisi Indonesia, Bens Leo pernah ke Malaysia dalam rangka penjurian acara musik. Dorce Gamalama menyatakan bahwa secara kualitas musik-musik Malaysia kurang bagus dibandingkan dengan musik/lagu yang dihasilkan musisi Indonesia, katanya sie yang Malaysia punya kurang jelas nuansa musiknya berkarakter bagaimana. Sedangkan Bens Leo mengatakan bahwa salahsatu yang membuat lagu-lagu Indonesia digemari masyarakat Malaysia adalah karena lagu-lagu Indonesia "ngeband" dan masih memiliki nuansa melayu dibandingkan dengan musik Malaysia yang bernuansa melayu tapi kurang "ngeband".
Keadaan di atas bisa membuat kita bangga, bahwa kualitas musisi Indonesia cukup bagus. Pembatasan lagu-lagu asal Indonesia di Malaysia belum dilakukan, tetapi ada kemungkinan ke arah itu. Bagi musisi Malaysia, pembatasan ini akan menguntungkan karena persaingan jauh berkurang. Bagi musisi Indonesia, pembatasan ini kurang menguntungkan. Lalu bagaimana bagi kita yang bukan musisi ? Tentu akan ada perbedaan pendapat tentang hal ini. Setiap pendapat akan dipengaruhi oleh sudut pandang dari arah mana pendapat itu keluar.
Menurutku, pembatasan musik/lagu Indonesia seharusnya tidak dilakukan. Yang harus dilakukan sebetulnya bukan proteksionisme buta seperti itu. Pembatasan tidak boleh melihat dari mana asal lagu, tetapi seharusnya apa konten/isi lagu (dan klipnya, kalau ada klipnya). Tidak perlu melihat dari mana, tetapi yang harus menjadi dasar pembatasan adalah apakah lagu-lagunya berisi konten yang berbahaya atau tidak sesuai, misalnya mengobarkan semangat permusuhan, subversif, pornografi, dan lain-lain. Selama lagu yang ditayangkan/disiarkan masih sesuai dengan norma yang ada, lanjut. Yang harus dilakukan industri musik Malaysia adalah meningkatkan kualitas lagu/musik yang ditawarkan kepada masyarakat mereka. Sebetulnya agak lucu karena ternyata ada kekurangsesuaian antara selera musik masyarakat Malaysia dengan musik yang ditawarkan oleh industri musik Malaysia. Indsutri musik adalah industri kreatif, tentu saja mereka yang kreatif yang bisa memenangkan persaingan. Indonesia sendiri menempatkan musisi negeri tetangga yang berkualitas di tempat yang sangat terhormat, misalnya adalah Siti Nurhaliza, karena memang berkualitas. Pembatasan yang dilakukan di Malaysia (jika dilakukan) justru akan melemahkan kualitas musik Malaysia. Selain karena lemahnya persaingan yang menyebabkan lemahnya motivasi untuk meningkatkan kualitas, juga kurangnya interaksi dengan musik berkualitas dari luar negeri bisa menyebabkan lemahnya kualitas musik Malaysia sendiri. Bila beragam musik dari beragam negeri bersinggungan di dalam masyarakat musik Malaysia (negara lain juga), akan menghasilkan musik yang lebih baik.
Satu hal lagi yang mungkin juga berpengaruh, banyak warga negara Malaysia yang berkuping Jawa dan Melayu Indonesia. Salahsatu episode Secret Operation Metro TV (lupa tahun kapan) menayangkan sejarah bahwa dalam rangka menyeimbangkan komposisi suku/ras/etnis di Malaysia menjelang pemilihan umum yang sangat menentukan, Malaysia pernah mendapatkan bantuan dari Presiden Soeharto berupa pengiriman warga Indonesia menjadi warga Malaysia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar