Kamis, 05 Februari 2009

Gunungkidul kering ?

(Yogyakarta, misgianto). Pernah baca novel Candikala yang bercerita tentang 'pulung gantung' ? Ya, cerita dengan tentang pulung gantung (suatu mitos/kepercayaan di Gunungkidul )dengan latar belakang kekeringan dan kemiskinan di Gunungkidul. Dalam novel itu yang paling sering muncul adalah tentang kesulitan mendapatkan air yang dirasakan masyarakat.
Benarkah bahwa Gunungkidul adalah daerah yang sangat kering sehingga kekurangan air ?
Gunungkidul adalah bagian dari bentang alam Pegunungan Sewu yang terbentang dari Pacitan, Jawa Timur sampai Gunungkidul, DIY meliputi Pacitan (Jatim), Wonogiri (Jateng), dan Gunungkidul (DIY). Pegunungan Sewu ini adalah kawasan karst (batuan kapur). Saat masih aktif di Satuan Karya Pramuka Wanabakti Gunungkidul (kebagian jatah mengurusi kegiatan caving alias susur gua), aku sempat membaca dan mendengar istilah speleologi. Dari sana, ada sedikit pemahaman tentang bagaimana kekhasan Gunungkidul terkait perairan daratnya.
Kawasan karst di Gunungkidul dengan batuan kapur di tanahnya membuat air yang ada di permukaan tanah sangat cepat terserap ke dalam batuan kapur yang ada di dalam tanah. Hal ini menyebabkan permukaan tanah tampak kering. Air yang terserap ke dalam tanah/batuan kapur ini pada kedalaman tertentu tidak lagi menyerap turun karena di bawah batuan kapur ada jenis batuan lain yang cenderung kedap air. Air yang ada di dalam tanah/batuan kapur juga membentuk sungai-sungai bawah tanah berupa goa. Goa terbentuk karena aliran air yang mengikis batuan kapur (batuan kapur tidak sama keras di semua tempat).
Pada tahun 2002, aku mengikuti kegiatan Workshop Upacara Adat dan Adat Istiadat Yogyakarta. Pada kegiatan tersebut aku mendapat buku tentang Adat Istiadat di DIY. Salah satu informasi yang kudapat adalah bahwa Gunungkidul bentang alamnya terbagi menjadi 3 bagian. Kawasan/bagian Pegunungan Sewu di bagian timur dan selatan, kawasan/bagian Batur Agung di utara, dan Dataran Tinggi Wonosari di tengah hingga barat. Tahun 2001-2004 selama SMA, karena aktif dalam kegiatan kesiswaan di sekolah maupun di cabang (kepramukaan), aku berkesempatan untuk melihat semua kecamatan yang ada di Gunungkidul (dulu 14 kecamatan yang kemudian berkembang menjadi 18 kecamatan). Memang terlihat ada perbedaan kondisi di kecamatan-kecamatan yang masuk dalam ketiga area tersebut. Di beberapa desa di kecamatan Ponjong seperti di Sumber dan Umbulrejo (pokoknya Ponjong sekitar proliman) tampak irigasi, pesawahan, dan sungai. Kondisi ini sama dengan yang ada di Semin. Daerah tadi berada di tiumr laut Gunungkidul. Di kecamatan-kecamatan yang berada di selatan Gunungkidul yang nampak adalah batuan kapur dengan tanah yang kering. Goa Bribin, yang baru saja dibor secara vertikal untuk memanfaatkan air di sungainya, berada di Semanu. Jika kita ke Pantai Baron, kita dapat mengetahui adanya muara yang langsung muncul di pantai. Kondisi yang diceritakan dalam Novel Candikala di atas berlatarbelakang kehidupan masyarakat yang berada di daerah (sekitar) Paliyan. Telaga-telaga (yang sekarang tinggal sedikit) yang digambarkan dalam novel itu dapat kita jumpai di Paliyan, Saptosari, dan Purwosari. Di antara Desa Bedoyo (Ponjong) dengan Kecamatan Rongkop juga dapat dijumpai telaga, tapi tidak lagi banyak airnya, bahkan kering.
Kembali ke masalah apakah Gunungkidul kekurangan air. Sebenarnya Gunungkidul menyimpan potensi air bersih yang cukup banyak. Tetapi, air di Gunungkidul banyak yang berada di goa/sungai bawah tanah. Permasalahannya adalah pengangkatan air bawah tanah ke permukaan untuk dapat dipergunakan yang memerlukan biaya banyak karena harus menggunakan energi listrik atau diesel. Diperlukan teknologi yang dapat mengangkat air bawah tanah ke permukaan dengan biaya yang murah.
Kondisi ini menjadi salahsatu hal yang mendorong proyek pengeboran Bribin di Kecamatan Semanu. Proyek ini melibatkan pemerintah DIY dan Universitas Karlsruhe, Jerman. Proyek yang memodifikasi pengeboran horizontal menjadi pengeboran vertikal dan pembuatan bendungan di sungai bawah tanah di Goa Bribin. Bendungan ini digunakan untuk menghasilkan tenaga listrik. Nah, tenaga listrik yang dihasilkan bendungan ini digunakan untuk mengangkat air dari sungai bawah tanah di Goa Bribin ke permukaan untuk didistribusikan. Dengan demikian, biaya untuk mengangkat air lebih murah karena dihasilkan dari sungai bawah tanah itu sendiri.
Mudah-mudahan tidak ada informasi yang salah.
Wallahualam.
misgianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar